A. Pengertian Perkembangan
Dalam pengertian yang sederhana, perkembangan – diterjemahkan dari development (bahasa Inggris) – menunjuk pada adanya perubahan positif, lebih baik, lebih maju. Dengan kata lain, perubahan merupakan substansi yang melekat dalam pengertian perkembangan. Hurlock (Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kuantitatif disebut juga ”pertumbuhan” merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan proporsi badan seseorang. Perubahan kualitatif meliputi perubahan aspek psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap, dll. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi perkembangan bersifat dinamis dan tidak pernah statis..
Terjadinya dinamika dalam perkembangan disebabkan adanya ”kematangan dan pengalaman” yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi/ realisasi diri. Kematangan merupakan faktor internal (dari dalam) yang dibawa setiap individu sejak lahir, seperti ciri khas, sifat, potensi dan bakat. Pengalaman merupakan intervensi faktor eksternal (dari luar) terutama lingkungan sosial budaya di sekitar individu. Kedua faktor (kematangan dan pengalaman) ini secara simultan mempengaruhi perkembangan seseorang. Seorang anak yang memiliki bakat musik dan didukung oleh pengalaman dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembangan bakatnya seperti menyediakan dan memberi les musik, akan berkembang menjadi seorang pemusik yang handal. Perubahan progresif yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana manusia hidup.
Sikap manusia terhadap perubahan berbeda-beda tergantung beberapa faktor, diantaranya pengalaman pribadi, streotipe dan nilai-nilai budaya, perubahan peran, serta penampilan dan perilaku seseorang.
B. PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling merupakan suatu istilah dalam bidang pelayanan psikologis yang umum diterapkan di dalam lingkungan pendidikian/sekolah meskipun pada dasarnya ia dapat pula diterapkan di berbagai latar di luar sekolah. Aslinya, bimbingan dan konseling diterjemahkan dari Guidance and Counseling (bahasa Inggris). Guidance diterjemahkan menjadi “bimbingan” dan counseling diterjemahkan menjadi “konseling.”
1. Definisi Bimbingan
Dalam literatur asing kata guidance sering disamakan dengan kata helping. Oleh karena itu, secara harfiah bimbingan dapat diartikan sebagai suatu “tindakan menolong” atau “memberikan bantuan.” Pertolongan atau bantuan yang dimaksudkan dalam bimbingan bukan dalam arti memberikan sesuatu yang dibutuhkan, seperti memberi makanan kepada individu yang lapar atau menuntun anak untuk menyeberang jalan. Bantuan atau pertolongan yang dimaksud dalam bimbingan adalah memampukan individu agar ia dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan itu sendiri banyak ragamnya yang antara lain dapat berupa kebutuhan untuk berteman, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, kebutuhan untuk memperoleh penghargaan, kebutuhan untuk menyesuaikan diri, dsb. Agar individu mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri maka ia perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan. Untuk itu, bimbingan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memampukan individu agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri dengan cara memberikan pengetahuan-pengetahuan dan membelajarkan nilai-nilai, sikap, dan keterampilan.
Banyak ahli dan penulis dalam bidang bimbingan dan konseling juga telah memberikan definisi konseptual tentang bimbingan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh para mahasiswa konseling di Amerika, ditemukan lebih dari 100 definisi bimbingan dalam literatur (Shetzer & Stone, 1981). Definisi-definisi tersebut umumnya memperlihatkan beberapa perbedaan tergantung dari sudut pandang ahli yang merumuskannya, meskipun tujuan secara substansial mengandung tujuan yang sama. Untuk memberikan gambaran yang lebih memadai tentang konsep bimbingan, berikut ini adalah beberapa contoh definisi tentang bimbingan.
Suatu definisi yang tergolong klasik menyatakan bahwa,
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada individu dari berbagai kelompok usia agar individu tersebut dapat mengelola kehidupannya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung sendiri konsekuensi dari pilihan atau keputusan hidup yang telah dibuatnya (Crow & Crow, 1960).
Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan didefinisikan sebagai, Suatu sistem yang komprehensif dari fungsi, pelayanan, dan program sekolah yang dirancang untuk mempengaruhi perkembangan pribadi dan kompetensi psikologis peserta didik. Jelas bahwa definisi ini menegaskan kedudukan bimbingan sebagai komponen pendididikan. Sebagai komponen pendidikan, maka bimbingan meliputi penerapan seperangkat perlakuan yang dirancang untuk membantu peserta didik mencapai hasil-hasil perkembangan dan pendidikan secara optimal. Demikian pula, sebagai suatu bentuk pelayanan pendidikan, bimbingan, seperti halnya pengajaran, berisikan sejumlah fungsi dan tindakan-tindakan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mencapai hasil-hasil perkembangan dan pendidikan (Aubrey, 1979; dalam Pietrofesa, dkk., 1981).
Shertzer & Stone (1981) memberikan definisi yang tampak sederhana namun jika definisi itu dijabarkan akan mengandung pengertian yang sangat luas. Mereka mendefinisikan bimbingan sebagai proses membantu individu agar dapat memahami diri dan mengarahkan dirinya.
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, pengertian bimbingan dapat dilihat antara lain dalam undang-undang yang mengatur pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah seperti Undang-Undang Nomor 21 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 28 dan Nomor 29 tahun 1990 masing-masing tentang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Sebagai contoh, dalam PP No. 28 disebutkan secara ekpslisit bahwa pelayanan bimbingan oleh tenaga pendidik yang kompeten merupakan bagian dari penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam pasal 25 disebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa (peserta didik) dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.
2. Definisi Konseling
Kata konseling – diterjemahkan dari bahasa Inggris “counseling” - merupakan suatu bentuk model pendekatan dalam bidang pelayanan atau intervensi psikologis. Berikut ini adalah satu contoh definisi konseling dari Burks dan Steffler yang oleh para ahli konseling di negara Barat dipandang memberikan gambaran yang cukup memadai. Burks dan Steffler (George dan Cristiani, 1981; McLeod, 2003) mendefinisikan konseling sebagai berikut:
Konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dan klien. Hubungan itu selalu bersifat antar pribadi (person-to-person), meskipun seringkali dapat melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan tersebut dirancang untuk membantu klien memperoleh pemahaman tentang kehidupannya, dan untuk belajar mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkannya sendiri dengan cara memanfaatkan sumber-sumber informasi yang terpercaya dan melalui pemecahan masalah-masalah emosional dan interpersonal.
Definisi tersebut menegaskan bahwa konseling merupakan hubungan yang bersifat profesional dan pribadi antara konselor dan klien untuk maksud mendorong perkembangan pribadi klien dan membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Konselor adalah profesional yang memiliki kewenangan untuk memberikan konseling, sedangkan klien adalah individu yang diberi bantuan. Masalah yang dipecahkan dapat bervariasi secara luas, mulai dari masalah pribadi hingga masalah sosial, dan bisa bersifat preventif atau kuratif. Terdapat ahli lain yang memiliki kewenangan untuk memberikan konseling sepanjang ia memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dipersyaratkan, seperti psikoterapis, psikolog, atau pekerja sosial.
Dalam Model Pengembangan Diri yang dikeluarkan oleh pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) konseling didefinisikan sebagai suatu pelayanan untuk peserta didik yang dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok, untuk membantu peserta didik agar mencapai kemandirian dan berkembang secara optimal dalam hubunganya dengan kehidupan pribadi, akademik, sosial, dan karir, dan pelayanan ini dilaksanakan melalui berbagai jenis layanann dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Salah satu problem yang dihadapi oleh para praktisi konseling adalah membedakan antara konseling dan psikoterapi (psychotherapy). Beberapa praktisi beranggapan bahwa mereka tidak perlu membedakan antara konseling dan psikoterapi dan menggunakan kedua istilah tersebut secara sama. Sedangkan beberapa praktisi yang lain merasa perlu untuk memisahkan antara keduanya. Ini boleh jadi benar khususnya untuk para konselor sekolah yang umumnya bukan psikoterapis. Banyak ahli juga menegaskan bahwa konseling dan psikoterapi tak dapat benar-benar dipisahkan; konselor mempraktekkan apa yang dikatakan oleh psikoterapis sebagai psikoterapi, dan psikoterapis mempraktekkan apa yang dipandang oleh konselor sebagai konseling (Hahn, dalam George & Cristiani, 1981).
A. HUBUNGAN ANTARA KONSEP BIMBINGAN DAN KONSEP KONSELING
Para konseptor dan pengembang awal bimbingan dan konseling menyatakan bahwa antara bimbingan dan konseling memiliki keterikatan yang kuat, khususnya jika dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, yakni mensejahterakan individu mendorong terjadinya perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik. Dalam penerapannya di sekolah, keduanya juga memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan akademik, pengembangan pribadi, pengembangan relasi sosial, dan pengembangan karir. Demikian pula dalam prakteknya, khususnya di sekolah, bimbingan dan konseling diperlakukan sebagai dua metode atau pendekatan yang saling melengkapi dan hampir tak bisa dipisahkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti dari kegiatan bimbingan. Itulah mengapa banyak ditemukan literatur-literatur dengan judul “Bimbingan dan Konseling” (dalam literatur berbahasa Indonesia) atau Guidance and Counseling (dalam literatur berbahasa Inggris).
Belakangan ini terdapat wacana lain berkenaan dengan penggunaan kedua istilah tersebut. Dalam praktek bimbingan dan konseling di Indonesia, tepatnya sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hanya digunakan istilah konseling (bukan bimbingan dan konseling) untuk menyebut berbagai kegiatan bimbingan dan konseling berkenaan dengan pengembangan pribadi peserta didik. Demikian pula dalam Model Pengembangan Diri yang dikeluarkan oleh pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) juga hanya menyebut kata konseling untuk menunjuk serangkaian kegiatan bimbingan dan konseling. Meskipun demikian, tampaknya tidak semua pihak setuju untuk menggunakan kata konseling guna menggantikan istilah bimbingan dan konseling. Menurut Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) saat ini, penggunaan kata konseling dirasa kurang tepat karena lebih condong ke psikologi dan bukan pedagogi (pendidikan). Menurutnya, bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya lebih bersifat pedagogi meskipun menerapkan teori-teori psikologi dalam program intervensinya.
Meskipun kegiatan bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan, keduanya memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan itu terletak pada prosedur yang digunakan dan tenaga yang melaksanakannya. Dilihat dari prosedur yang digunakan, bimbingan dapat diberikan melalui layanan informasi dan orientasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan kelompok, dan layanan konsultasi; sedangkan konseling menggunakan berbagai pendekatan konseling. (jika penggunaan istilah konseling untuk menggantikan istilah bimbingan dan konseling disetujui, maka tentunya tidak ada perbedaan menyangkut prosedur yang digunakan karena layanan informasi, layanan penempatan, layanan konsultasi dapat menjadi bagian dari kegiatan konseling). Dilihat dari tenaga yang melaksanakannya, bimbingan dapat dilaksanakan oleh guru, wali kelas, orang tua, dan kepala sekolah; sedangkan konseling hanya boleh dilaksanakan oleh tenaga yang telah terlatih dalam pemberian layanan konseling, yakni konselor.
B. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN
Selama beberapa tahun sejumlah prinsip-prinsip dasar telah dikembangkan di dalam bidang bimbingan dan konseling sekolah. Prinsip-prinsip tersebut dipandang sebagai suatu landasan bagi pengembangan dan praktek model-model bimbingan (Pietrofesa, dkk., 1981), atau sebagai suatu kerangka kerja filosofis di dalam mana program-program diorganisasikan dan kegiatan-kegiatan bimbingan dikembangkan (Gibson & Mitchell, 1995; Shertzer & Stone, 1981). Prinsip-prinsip dasar bimbingan merupakan suatu pedoman yang berakar dari pengalaman dan nilai-nilai profesi, serta mewakili pandangan dari mayoritas anggota profesi. Dapat dikatakkan, prinsip-prinsip dasar bimbingan merupakan suatu asumsi mendasar atau suatu sistem keyakinan berkenaan dengan profesi (peran, fungsi, dan kegiatan) bimbingan dan konseling.
Sejumlah penulis buku-buku bimbingan dan konseling telah mengemukakan beberapa prinsip dasar bimbingan an konseling. Meskipun terdapat sedikit keragaman dalam mengemukakan jumlah dan nama prinsip, namun secara substansial pada hakekatnya sama. Berikut ini adalah dua contoh tentang prinsip-prinsip dasar bimbingan untuk sekolah yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone (1981) dan Gibson & Mitchell (1995). Shertzer & Stone (1981) mengemukakan enam prinsip bimbingan berikut:
Prinsip 1: Bimbingan berkenaan terutama dengan perkembangan pribadi individu. Umumnya upaya pendidikan sekolah memusatkan perhatian pada perkembangan intelektual. Komponen emosi dan pribadi menerima perhatian hanya jika laju perkembangan intelektual terhambat. Kehas (1970) sangat merekomendasikan bahwa pengembangan pribadi menjadi perhatian utama bagi para praktisi bimbingan dan pengembangan intelektual menjadi fokus utama bagi para guru. Karakteristik program bimbingan, dengan demikian harus diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan tentang dirinya dan memahami pengalamannya. Dengan cara demikian, bimbingan dapat dikonseptualisasikan sebagai program sekolah yang memampukan setiap peserta didik untuk menciptakan makna bagi kehidupannya.
Prinsip 2: bimbingan memuatkan perhatian pada dunia subyektif peserta didik. Karena bimbingan berkenaan dengan perkembangan pribadi siswa, maka pusat perhatian bimbingan adalah pada dunia pribadi peserta didik. Para pembimbing/konselor menggunakan berbagai teknik asesmen dan data peserta didik guna memahami dunia internal mereka. Oleh karena itu proses dan praktek bimbingan harus dirancang untuk membantu peserta didik memhami dunia pribadi (dunia subyektif) dan kondisi lingkungan eksternalnya dengan lebih baik.
Prinsip 3: bimbingan diarahkan pada kerjasama, bukan paksaan. Para peserta didik tak dapat dipaksa untuk menerima bimbingan. Sebaliknya, bimbingan harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dan kerelaan dari individu-individu yang terlibat. Persetujuan tersebut harus dinyatakan secara eksplisit dan implisit. Jika peserta didik tidak bersedia untuk menerima menerima bantuan atau mengikuti rujukan oleh guru atau orang tua, maka menjadi tugas pembimbing untuk menangani keengganan atau penolakan peserta didik tersebut. Bimbingan selalu tergantung pada motivasi individu untuk menerima bantuan dan keinginan untuk berubah alih-alih pada tekanan, paksaan, atau ancaman eksternal.
Prinsip 4: Setiap manusia memiliki kesanggupan untuk mengembangkan dirinya sendiri. Banyak ahli dan praktis bimbingan belakangan, khususnya yang menggunakan pendekatan humanistik, mengakui bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinyadan bahwa perilaku dan sikap-sikap tertentu mempengaruhi dna dipengaruhi oleh semua bidang (aspek) individu. Perubahan perilaku peserta didik paling baik terjadi melalui keterlibatan aktif peserta didik.
Prinsip 5: bimbingan didsarkan pada hak-hak dan nilai-nilai pribadi individu di samping kebebabsan individu untuk memilih. Setiap individu adalah unik dan memiliki nilai-nilai, hak-hak pribadi, dan kebebasan untuk membuat pilihan dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Ini harus diterima dan dihargai oleh para pembimbing. Penekanannya adalah pada nilai tertinggi dan posisi sentral individu. Individu harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memilih tujuan hidupnya sendiri dan memilih cara untuk men capai tujuan tersebut. Inti dari kebebasan adalah mandiri dalam membuat pilihan dan/atau keputusan (self-determined). Kebebasan untuk membuat pilihan dan melakukan aktivitas sesuai dengan pilihan tersebut aalah esensial bagi perkembangan pribadi. Dengan menggunakan kebebasan itu maka anak akan mengembangkan suatu perasaan tanggung jawab dan pengendalian diri.
Prinsip 6: bimbingan erupakan suatu proses pendidikan yang berkelanjutan dan terus-menerus. Bimbingan harus dimulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi bahkan terus berlangsung sepanjang hayat hidup individu. Untuk itu bimbingan harus diintegrasikan ke dalam pfogram sekolah secara keseluruhan.
Gibson & Mitchell (1995) mengemukakan prinsip-prinsip dasar yang lebih banyak, ykni 15 prinsip sebagai brikut:
1. Program-program bimbingan dan konseling sekolah harus dirancang untuk melayani semua kebutuhan perkembangan dan penyesuaian dari semua peserta didik.
2. Program bimbingan dan konseling harus berkenaan dengan perkembangan total dari setiap peserta didik yang dilayani. Program ini harus didasarkan pada suatu pengakuan bahwa perkembangan individu merupakan suatu proses yang terus-menerus dfan berkelanjutan; dan oleh karena itu program bimbingan dan konseling sekolah harus bersifat perkembangan.
3. Bimbingan dan konseling untuk peserta didik harus dipandang sebagai suatu proses yang berkelanjutan dari sejak anak diterima sebagai perserta didik hingga lulus.
4. Bimbingan dan konseling harus diberikan oleh tenaga (personil) yang terlatih dan kompeten (profesional) dalam bidang bimbingan dan konseling (ini tidak berarti bahwa paraprofesional tak dapat memberikan kontribusi dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling).
5. Keefektifan suatu program bimbingan dan konseling merupakan hal yang esensial, dan oleh karena itu setiap program bimbingan dan konseling harus direncanakan dan dikembangkan secara khusus atas dasar prinsip-prinsip ilmiah. (perlu diingat bahwa kegagalan suatu program tidak hanya membuang waktu, tenaga, dan biaya tetapi dapat merugikan peserta didik dalam arti mereka dapat menjadi lebih parah dan menderita).
6. Setiap program bimbingan dan konseling harus merefleksikan keunikan dari kelompok populasi dan lingkungan yang dilayani. Jadi, seperti halnya perbedaan individual, setiap program harus berbeda antara program yang satu dengan lainnya.
7. Berkaitan dengan prinsip nomor tujuh di atas, setiap program bimbingan dan konseling harus didasarkan pada atau didahului oleh suatu asesmen yang sistematis tentang kebutuhan dan masalah peserta didik beserta dengan seluruh latar belakangnya.
8. Suatu program pembelajaran yang efektif di sekolah mempersyaratkan suatu program bimbingan dan konseling yang efektif. Pendidikan yang baik dan bimbingan yang baik adalah saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Program pendidikan dan program bimbingan saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain untuk mendorong perkembangan setiap peserta didik.
9. Guru merupakan komponen yang ikut memainkan peran penting dalam memfasilitasi dan mengefektifkan program-program bimbingan dan konseling untuk peserta didik.
10. Program bimbingan dan konseling sekolah harus dapat dipertanggung jawabkan (accountable) dengan cara memperlihatkan/memberikan bukti-bukti obyektif tentang nilai dan hasil-hasil yang dicapai dari setiap program bimbingan dan konseling.
11. Personil bimbingan (pembimbing atau konselor) sekolah adalah anggota tim. Artinya, para pembimbing/konselor sekolah harus berbagai atau membicarakan masalah-masalah peserta didik dan program yang dikembangkannya dengan personil sekolah yang lain seperti guru, kepala sekolah, psikolog sekolah (jika ada), perawat sekolah (jika ada), dan tenaga kependidikan yang lain yang ada di sekolah tempat bimbingan dan konseling dilaksanakan.
12. Program bimbingan dan konseling harus mengakui hak-hak dan kemampuan dari setiap peserta didik yang dibantu khususnya yang berkenaan dengan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan.
13. Program bimbingan dan konseling sekolah harus menghargai nilai-nilai dan martabat dari dari setiap peserta didik yang dilayanai.
14. Program bimbingan dan konseling sekolah harus mengakui keunikan dari setiap perserta didik dan hak-hak bagi keunikan tersebut.
15. Pembimbing sekolah harus menjadi model peran bagi hubungan manusia yang positif – hubungan yang peniuh penerimaan, tidak bias, dan setara.
C. JENIS DAN SASARAN PROGRAM
Secara umum bimbingan dan konseling merupakan suatu perangkat sistem perlakuan yang ditujukan untuk membantu setiap peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi dan keunikan yang dimilikinya. Dalam konteks bimbingan dan konseling di Indonesia sebagaimana terdapat dalam Panduan Pengembangan Diri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), terdapat empat bidang perkembangan yang dijadikan sebagai sasaran khusus dari pelayanan bimbingan dan konseling, yakni: akademik, karir, pribadi, dan sosial. Berikut adalah deskripsi dari empat bidang tersebut.
1. Bimbingan Akademik
Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan akademik – disebut sebagai pengembangan kemampuan belajar – merupakan salah satu bidang pelayanan bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan dan belajar secara mandiri dan memecahkan berbagai permasalahan akademik. Dalam bentuknya yang konkrit, bimbingan akademik diberikan untuk membantu peserta didik membuat penyesuaian yang efektif dengan aspek-aspek dan tugas-tugas akademik seperti mengenal dan menyesuaikan diri dengan kurikulum, memilih cara-cara yang efektif untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai, memilih jurusan yang sesuai, mencari dan menggunakan sumber-sumber belajar, menangani kemalasan belajar, dsb. Winkel & Hastuti (2004) juga menyatakan bahwa bimbingan akademik adalah bimbingan untuk membantu peserta didik menemukan cara belajar yang tepat, memilih program studi yang sesuai, dan mengatasi berbagai kesulitan yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar.
Bimbingan akademik khususnya untuk membantu siswa agar dapat mencapai prestasi yang tinggi di sekolah menjadi sangat penting, sebab banyak bukti penelitian yang telah menegaskan adanya hubungan yang positif antara keberhasilan hidup di kemudian hari dengan prestasi akademik, khususnya prestasi yang dicapai pada masa remaja (Steinberg, 2002). Pentingnya peserta didik perlu memiliki prestasi akademik yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan tuntutan masyarakat maju sekarang ini yang lebih menekankan pada kompetisi dan keberhasilan. Capaian prestasi akademik juga memiliki dampak psikologis dan sosial. Peserta didik yang dapat mencapai porestasi akademik tinggi cenderung lebih percaya diri dan disenangi oleh orang-orang disekelilingnya dan dengan demikian lebioh mungkin terhindar dari berbagai gangguan psikosiosial. Meskipun demikian, hendaklah dipahami bahwa capaian prestasi akademik hanyalah salah satu faktor dari sjumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan hidup individu di kemudian hari.
2. Bimbingan Karir
Bimbingan karir merupakan kegiatan bimbingan yang secara khusus ditujukan untuk membantu peserta didik agar dapat membuat pilihan dan keputusan karir secara tepat. Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan karir – disebut pengembangan karir – merupakan suatu bidang pelayanan yang ditujukan untuk membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan membuat keputusan karir. Menurut Nurihsan (2002), bimbingan karir merupakan pelayanan bimbingan untuk membantu peserta didik mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja, dan mengembangkan masa depannya sesuai dengan macam kehidupan yang diharapkannya sehingga pada kahirnya individu dapat mewujudkan dirinya secara bermakna. Menurut Winkel & Hastuti (2004), bimbingan karir adalah bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta didik dalam rangka mempersiapkan dirinya menghadapi dunia pekerjaan, memilih pekerjaan atau profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku pekerjaan yang dipilih, dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari pekerjaan yang dipilih.
Bimbingan karir untuk para peserta didik tentunya belum berkenaan dengan penyesuaian diri dengan tuntutan pekerjaan yang dipangku atau dipilih karena mereka itu belum melaksanakan suatu pekerjaan. Bimbingan karir di sekolah khususnya di sekolah dasar tentu saja lebih banyak berkenaan dengan upaya membantu siswa mengenali diri dalam arti potensi dan karakteristik pribadi dan berbagai macam pekerjaan yang ada di masyarakat pada saat ini beserta dengan kecakapan yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan jenis-jenis pekerjaan tersebut dengan berhasil. Menurut teori perkembangan karir dari Donald Super (1997), tugas perkembangan karir anak dan remaja adalah melakukan eksplorasi karir. Pada akhir masa remaja, yakni ketika akan meninggalkan bangku sekolah menengah atas, setiap individu seharusnya telah membuat pilihan atau keputusan karir. Dengan demikian bimbingan karir di SD diberikan untuk membantu peserta didik melakukan ekplorasi karir. Ekplorasi ini dilaksanakan dengan berbagai kegiatan pencarian informasi dan orientasi. Dalam teori Super tersebut juga ditegaskan bahwa karir meliputi banyak aspek kehidupan dan pemilihan suatu pekerjaan hanyalah salah satunya. Juga ditegaskan bahwa perkembangan karir berhubungan dengan perkembangan konsep diri. Oleh karena itu, membantu peserta didik mengembangkan konsep diri positip dapat merupakan bagian dari bimbingan karir di sekolah.
3. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan komponen pelayanan bimbingan yang secara khusus dirancang untuk membantu individu menangani atau memecahkan masalah-masalah pribadi. Yang tergolong masalah pribadi antara lain adalah merasa kurang percaya diri, merasa cemas, merasa depresi, merasa frustrasi, merasa tertekan, memiliki rasa malu yang berlebihan, memiliki dorongan agresif yang kuat, kurang bisa konsentrasi, merasa malas dan tak bergairah untuk belajar dan beraktivitas, mengalami gangguan tidur, tidak bisa menemukan aktivitas untuk menyalurkan bakat, minat, hobi, dsb. Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan pribadi – disebut pengembangan kehidupan pribadi – merupakan bidang pelayanan bimbingan yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinay secara realistik.
Berbagai permasalahan pribadi yang umum diperlihatkan oleh anak usia SD antara lain adalah perasaan takut atau cemas, perasaan tidak mampu, perasaan minder, kelelahan dan kurang bergairah untuk belajar (malas). Bahkan menurut beberapa hasil penelitian di beberapa negara Barat, ditemukan banyak anak usia SD yang mengalami gangguan depresi. Suatu penelitian yang dilakukan terhadap para peserta didik di SD di Surabaya juga menemukan sejumlah peserta didik kelas empat dan lima SD yang mengalami gangguan depresi (Trilaksono, 2004).
4. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial adalah suatu bentuk pelayanan bimbingan yang diarahkan untuk membantu peserta didik menangani berbagai permasalahan sosial atau masalah yang muncul dalam hubungannya dengan orang lain. Berbagai bentuk permasalahan sosial antara lain adalah menarik diri, terkucil atau tak punya teman, sering cekcok dengan teman atau orang lain, tidak bisa berteman atau bergaul dengan baik dengan orang lain, sering terlibat dalam perkelahian, tidak bisa menerima hak-hak orang lain, dsb. Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan sosial – disebuat kemampuan pengembangan sosial merupakan bidang pelayanan bimbingan yang diarahkan untuk membantu peserta didik memahami, menilai, dan mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
Berbagai bentuk masalah sosial yang biasanya diperlihatkan oleh peserta didik di SD umumnya diperlihatkan dalam bentuk perilaku agresi anti sosial seperti perkelahian dengan teman dan berbagai bentuk perilaku menyerang yang lain, pengucilan, pencurian, pencemaran lingkungan, menentang, tidak patuh, dsb. Sekarang ini banyak ditemukan seju,lah anak usia SD yang memperlihatkan berbagai bentuk perilaku tidak normatif dan melecehkan teman maupun orang tua. Tidak jelas apakah ini berkaitan dengan kurang ketatnya pendidikan dalam keluarga dan internalisasi nilai-nilai oleh orang tua pada anak atau karena maraknya model-model perilaku agresif yang diperlihatkan oleh media, atau karena sekolah kurang memberikan perhatian yang memadai terhadap pendidikan budi pekerti anak. Berkaitan dengan ini, pendidikan budi pekerti dapat menjadi bagian dari program bimbingan sosial anak.
D. KOMPONEN PROGRAM
Berbagai bidang pelayanan bimbingan sebagaimana dikemukakan di atas dapat diberikan melalui berbagai bentuk pelayanan. Winkel & Hastuti (2004) mengemukaan sejumlah pelayanan bimbingan dan konseling yang disebutnya sebagai komponen program bimbingan, yang meliputi layanan pengumpulan data, layanan informasi dan oriantasi, layanan penempatan, layanan konseling, layanan konsultasi, dan layanan evaluasi. Apa yang dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti tersebut mewakili bentuk pelayanan tradisonal bimbingan dan konseling (Gibson dan Mitchell, 1995). Sedangkan Shertzer dan Stone (1981) mengemukakan enam komponen utama yang menjadi bidang pelayanan bimbingan dan konseling sekolah, yakni: Berikut adalah deskripsi singkat dari masing-masing bidang pelayanan tersebut.
1. Layanan Pengumpulan Data
Layanan pengumpulan data juga sering disebut dengan layanan apraisal atau asesmen individual. Layanann ini diberikan untuk membantu peserta didik mengenali potensi dan karakteristik dirinya melalui suatu prosedur yang sistematis. Layanan ini sering dipandang sebagai layanan mendasar dari seluruh kegiatan bimbingan karena memberikan data dasar yang akan/dapat digunakan oleh pembimbing/konselor untuk memahami setiap peserta didik dan mengembangkan program-program bimbingan yang relevan, dalam arti sesuai dengan masalah, kebutuhan, minat, dan potensi peserta didik. Layanan pengumpulan data dilakukan dengan mengadministrasikan berbagai teknik dan instrumen pengumpul data, baik teknik tes maupun non tes. Teknik tes dibedakan dalam bentuk tes terstandar (umumnya dalam bentuk tes psikologis yang sudah dibakukan) dan tidak terstandar tes tidak terstandar (tes yang dikembangkan sendiri untuk mengukur data tertentu pada waktu tertentu). Teknik-teknik non tes dapat berupa pengamatan atau observasi, wawancara, laporan diri (di antara teknik laporan diri yang sering digunakan adalah inventori dan angket). Tentang berbagai teknik pengumpul data ini akan diberikan penjelasan secara rinci melalui bab tersendiri.
2. Layanan Informasi
Layanan informasi adalah layanan bimbingan yang ditujukan untuk memberi informasi yang relevan, obyektif dan aktual kepada peserta didik tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungannya. Secara operasional, layanan informasi dapat diberikan dalam bentuk pemberian informasi tentang proses perkembangan, bakat dan minat, perkembangan dan tuntutan karir di masyarakat, kurikulum, program studi, bahaya narkoba, cara belajar efektif, etika pergaulan, tata tertib sekolah, program ekstra kurikuler sekolah, berbagai organisasi yang ada di masyarakat, dsb. Kegiatan ini dapat diberikan secara langsung pada siswa melalui pertemuan tatap muka diu kelas, atau secara tidak langsung melalui brosur, papan bimbingan, atau melalui teknologi dan media bimbingan yang lain. Termasuk dalam layanan informasi ini adalah layanan orientasi, yakni layanan bimbingan untuk membantu peserta didik mengenali dan memahami obyek belajar dan lingkungan baru sehingga mereka dapat menyesuaikan dirinya dengan baik. Salah satu contoh layanan orientasi adalah memperkenalkan siswa baru dengan lingkungan sekolah beserta dengan segala seluk beluknya (kurikulum, kegiatan intra dan ekstrakurikuler, tata tertib, layanan bimbingan sekolah, laboratorium yang ada, dsb.).
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran tan bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan atau memperoleh lingkungan belajar yang tepat dalam arti kondusif untuk mendorong prestasi dan perkembangan dirinya. Dalam bentuknya yang konkrit, layanan ini dapat berupa aktivitas membantu peserta dirik untuk memilih dan memperoleh kelompok belajar yang tepat, menempatkan peserta didik di kelas yang tepat, menyalurakan peserta didik dalam kegiatan intra dan ekstra kurikuler sesuai dengan bakat dan minatnya, menempatkan peserta didik di bangku yang tepat sehingga ia dapat menerima pelajaran dan berkonsentrasi dengan baik, dsb. Layanan penempatan ini tentu saja didasarkan pada pemahaman yang akurat tentang siswa dan pemahaman ini didasarkan pada data yang diperoleh dari kegiatan layanan pengumpulan data.
4. Layanan Konseling
Layanan konseling berkenaan dengan up[aya membantu peserta didik untuk menangani berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya baik masalah pribadi, akademik, karir, atau sosial melalui konseling (lihat definisi konseling pada unit 1). Konseling harus diberikan oleh tenaga profesional (memiliki kompetensi dan lisensi untuk melakukannya), disebut konselor. Oleh karena itu tenaga kependidikan lain di luar konselor tidak boleh memberikan konseling kecuali mereka memiliki sertifikat dan lisensi yang mengijinkannya untuk memberikan konseling. Sertifikat dan lisensi untuk memberikan konseling dapat diperoleh melalui pendidikan pada program S1 bimbingan dan konseling atau melalui pendidikan profesi konselor. Konseling dapat diberikan melalui format individual (konselor mengkonseling satu orang peserta didik) atau melalui format kelompok (konselor mengkonseling dua atau lebih peserta didik). Tentang apakah konselor akan menggunakan format individual atau kelompok tergantung pada beberapa hal seperti karakteristik masalah dan pribadi peserta didik, jumlah peserta didik yang mendesak untuk segera ditangani, kesanggupan konselor, dan waktu yang tersedia). Dalam beberapa hal, konseling dengan format kelompok (disebut konseling kelompok) dipandang lebih efisien dibandingkan dengan konseling dengan format individual (disebut konseling individual), sebab dalam waktu yang bersamaan konselor dapat menangani sejumlah peserta didik sekaligus.
5. Layanan Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu proses membantu peserta didik melalui pihak ketiga atau membantu suatu sistem untuk meningkatkan pelayanannya kepada klien. Terdapat dua model konsultasi yang populer (biasa digunakan), yakni model triadik dan model proses. Dalam model triadik, konselor membantu pihak ketiga (misalnya orang tua) untuk menangani anak mereka yang sering membuat ulah (troubel maker) atau tergolong nakal (delinquent), atau membantu guru untuk manangani kesulitan siswa dalam menerima pelajaran. Dalam model proses, perhatian diberikan pada proses yang digunakan oleh suatu sistem atau lembaga dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam layanan konsultasi, peran konselor adalah sebagai konsultan bagi pihak ketiga dan tidak secara langsung berhubungan dengan individu yang dibantu. Dapat dikatakan, layanan konsultasi di sekolah merupakan suatu bentuk layanan bimbingan yang ditujukan untuk membantu pihak lain (orang tua dan guru) memperoleh pemahaman yang memadai tentang peserta didik dan cara-cara yang perlu dilakukan untuk menangani kondisi atau masalah peserta didik.
6. Layanan Evaluasi
Layanan evaluasi tidak diberikan kepada siswa tetapi dilakukan untuk menilai keterlaksanaan, keefektifian, dan efisiensi program-program bimbingan dan konseling itu sendiri. Idealnya dilakukan dua macam evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling, yakni evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilaksanakan untuk memperoleh data guna menilai keterlaksanaan fungsi-fungsi bimbingan. Evaluasi proses memberikan data-data yang dapat digunakan untuk menimbang apakah prosedur-prosedur bimbingan dapat terus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan dan diganti dengan prosedur lain. Sedangkan evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna menimbang nilai guna (keefektifan) dari program, dalam arti apakah implementasi program dapat memberikan dampak positif yang dibuktikan oleh adanya perubahan perilaku pada diri peserta didik yang dilayani. Dengan demikian, evaluasi proses menyerupai evaluasi formatif dan evaluasi hasil menyerupai evaluasi sumatif dalam bidang pembelajaran.
Dalam model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum balitbang Depdiknas (2007), selain beberapa bentuk pelayanan tersebut juga disebutkan bentuk pelayanan penguasaan konten dan pelayanan mediasi. Pelayanan penguasaan konten adalah layanan yang diberikan untuk membantu peserta didik menguasai konten tertentu, khususnya kompetensi dan/atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, mdan masyarakat. Sedangkan layanan mediasi ditujukan untuk membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antara mereka. Pada hakekatnya, layanan konten dan mediasi hanyalah semacam perluasan dari layanan yang sudah dan tidak begitu signifikan, karena apa yang menjadi sasaran layanan penguasaan konten dan mediasi telah dapat diselesaikan melalui layanan informasi, konseling, atau konsultasi.
E. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di sekolah memiliki beberapa fungsi. Sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen sekolah yang mengurusi bidang pembinaan pribadi peserta didik, bimbingan dan konseling sekolah setidaknya memiliki tiga fungsi utama, yakni: pencegahan, penanganan, dan pengembangan. Berikut adalah deskripsi dari masing-masing fungsi tersebut.
1. Fungsi Pencegahan (Prefentif)
Fungsi pencegahan atau fungsi prefentif berkenaan dengan upaya-upaya menghindarkan peserta didik dari kemungkinan mengalami kesulitan atau hambatan perkembangan. Berkaitan dengan fungsi ini, bimbingan dan konseling sekolah harus merancang dan mengembangkan program-program untuk membentuk kepribadian dan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terhindar dari kemungkinan mengalami kesulitan akademik, pribadi, karir, maupun sosial. Sebagai contoh, untuk mencegah peserta didik dari penyalahgunaan narkoba, bimbingan dan konseling di sekolah dapat merancang dan mengadministrasikan berbagai program berikut: memberikan layanan informasi tentang jenis-jenis dan efek merusak narkoba pada fisik dan mental; memberikan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan harga diri (self-esteem) dan konsep diri positif pada diri peserta didik; mendorong peserta didik untuk berteman dengan orang yang tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba; memberikan latihan asertif pada peserta didik agar mereka mampu berkata ‘tidak” terhadap ajakan untuk menggunakan narkoba, dsb. Demikian pula, untuk menghindarkan peserta didik dari kemungkinan mengalami kesulitan belajar, bimbingan dan konseling sekolah dapat merancang dan melaksanakan program berikut: pemberian layanan informasi dan orientasi tentang kurikulum sekolah; pemberian informasi tentang cara belajar efektif; pemberian informasi tentang studi lanjut; memberikan konsultasi kepada sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar dan bermain; memberikan konsultasi kepada guru untuk memilih metode pembelajaran yang dapat merangsang motivasi belajar peserta didik.
2. Fungsi Penanganan/Pengentasan (Kuratif)
Fungsi penanganan sering juga disebut dengan fungsi kuratif, pengentasan, pemecahan, atau penanggulangan. Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan dapat menjadi komponen sekolah yang efektif untuk membantu peserta didik menangani atau memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapinya, baik kesulitan yang bersifat pribadi, akademik, sosial, maupun karir. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya pencegahan, itu tidak berarti semua peserta didik dapat terhindar dari permasalahan atau kesulitan. Selalu saja dapat ditemukan sejumlah peserta didik yang memperlihatkan gejala perilaku yang mengindikasikan adanya kesulitan. Fungsi penanganan dapat diwujudkan melalui layanan konseling, layanan konsultasi, atau layanan bimbingan kelompok.
3. Fungsi Pengembangan
Telah dikemukakan dalam prinsip-prinsip bimbingan bahwa bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan saja, tetapi kepada semua peserta didik. Ini sesuai dengan tujuan umum dari penyelenggaraan pendidikan sekolah, yakni membantu setiap peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Bimbingan dan konseling sekolah harus dapat memberikan kontribusi kepada sekolah untuk mencapai tujuan tersebut. Ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan program-program pengembangan kepribadian siswa, program penempatan dan penyaluran siswa pada berbagai kegiatan intra dan ekstra kurikuler sesuai dengan bakat, minat, dan karakteristik kepribadiannya; atau merancang kegiatan ekstrakuler dan kegiatan bimbingan yang lain untuk tujuan menyalurkan minat dan mendorong realisasi potensi dan bakat-bakat khusus peserta didik.
C. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997). Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia SMP adalah semua anak yang berada pada rentang usia sekitar 13-15 tahun yang sedang berada dalam jenjang pendidikan SMP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar